Rabu, 20 Maret 2019




MAKALAH PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3

1. FARRAS FAISHAL W.                          (1602055047)
2. IQBAL ADHI BEBETO                                     (1602055070)
3. KARINA NUR  FITRIANI                    (1602055064)
4. NUR HERMIYATI                                  (1602055072)
5. VENNA TRY ANGGRAENI                 (1602055057)

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayatNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar dan tanpa halangan.
            Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas Pengantar Pendidikan Pancasila dengan guna mendapatkan nilai dari dosen Pengantar Pendidikan Pancasila, yaitu Bapak Dr. Azainil, M.Si. yakni dengan judul makalah “Pancasila sebagai Ideologi Negara”.
            Terimakasih terhadap rekan-rekan yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini.
            Terimakasih terhadap pembaca setia yang telah menyempatkan untuk membaca makalah ini. Kami mengucapkan beribu maaf bagi para pembaca apabila terdapat kesalahan dalam pengetikan maupun penyajian ini, karena kami hanyalah manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan terhadap pembaca. Kami juga akan menerima segala kritik dan saran yang membangun dengan hati terbuka untuk pengerjaan yang lebih baik ke depannya.





                                                                                                Samarinda, 15 Desember 2016


                                                                                                            Kelompok 3




DAFTAR ISI
Kata pengantar.............................................................................................................................. 1
Daftar isi............................................................................................................................................. 2
Bab. I Pendahuluan..................................................................................................................... 4
A. Latar belakang masalah.......................................................................................................... 4
B.  Perumusan masalah................................................................................................................ 4
C.  Tujuan penulisan...................................................................................................................... 4
D.  Manfaat penulisan................................................................................................................... 4
Bab. II Pembahasan………………………………………………………………………………….. 5
1.Pengertian Etika………………………………………………………….…………………………… 5
2.   Pengertian Nilai, Norma, dan Moral………………………………………………………… 6
            a. Nilai……………………………………………………………………………………………….6
            b. Norma……………………………………………………………………………………………7
            c. Moral……………………………………………………………………………………………...7
Bab. III Penutup
Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………. 8
Saran……………………………………………………………………………………………………………8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………..9









BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Pancasila yang merupakan sebuah tatanan hidup msyarakat dan menjadi sumber masyarakat bersikap dan berprilaku merupakan gabungan dari tiga unsur, yaitu nilai, norma, dan moral. Ketiga unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Pada hakikatnya, pancasila bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
Tetapi, pada kenyataannya sekarang sudah berubah. Tingkah laku masyarakat Indonesia dalam prakteknya sekarang tidak lagi mewujudkan bagaimana bentuk pancasila  dan tidak lagi menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa saja Norma-norma yang terkandung dalam Pancasila?
2.      Apa yang dimaksud Pancasila sebagai system etika?
3.      Apa yang dimaksud Nilai, Norma dan Moral jika dikaitkan dengan Pancasila?
4.       Bagaimana cara mengaplikasikan Pancasila dalam etika hidup bermasyarakat?

C.   Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Norma-norma yang terkandung dalam Pancasila.
2.      Mengetahui cara mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      Memahami makna Pancasila sebagai system etika dalam kehidupan.

D.   Manfaat Penulisan
1.      Memperluas wawasan tentang Pancasila lebih dalam lagi.
2.      Diharapkan dapat menjadi sumber dalam beretika di masyarakat.
3.      Mampu mengalikasikan nilai dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Etika
Pengertian etika menurut para ahli diantaranya adalah :
1.      Drs. O.P. Simorangkir : mengatakan bahwa etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik
2.      Drs. H. Burhanudin Salam: mengatakan bahwa etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya
Jadi kesimpulan dari pendapat para ahli, etika adalah perilaku baik atau buruk manusia yang dilakukan secara alami dan tanpa paksaan dari orang lain.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral.
Kedua kelompok etika yaitu:
·         Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung didalamnya.
·          Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik  sebagai individu (etika individual) maupun makhluk sosial (etika sosial)





2.   Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
A. Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.
Kelompok nilai menurut penjabarannya:
1. Nilai Dasar
Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia, namun dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku manusia. Setiap meiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-  nilai tersebut.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama). Nilai dasar yang berkaitan dengan hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Dan apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda (kuatutas,aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu juga dapat disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis.
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit.  Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari makan itu akan menjadi norma moral. Namun apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yangbersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.
3. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.
B. Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
  • Norma agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada agama.
  • Norma kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, moral atau filsafat hidup.
  • Norma hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU suatu Negara tertentu.
  • Norma sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia dalam masyarakat.
C. Moral
Pengertian moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. 
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
D.    Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan Negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut diatas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu hubungan antara moral dan etika seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Bab III
Penutup
      Kesimpulan
Jadi point penting yang kami angkat pada makalah ini ialah mengenai Etika, dan kaitan Pancasila dengan  Nilai, Norma, Moral. Nilai-nilai dalam Pancasila menjadi sumber bagi masyarakat untuk beretika yang baik di masyarakat. Karna Pancasila mengandung tatanan nilai yang sempurna dalam mengatasi kesenjangan moral etika Masyarakat.
Saran
Pancasila sebagai sebuah ideology yang tumbuh kembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia diharapkan kedepannya benar-benar teraplikasi dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana makna-makna yang terkandung di dalamnya, merupakan satu acuan yang kompleks dalam mengatur ketatanegaraan di Indonesia.
Baik permasalah bersosial, dimana dalam kehidupan bermasyarakat sangat di dukung dengan sikap dan prilaku yang mencerminkan moral yang baik. Dalam hal ini Pancasila menjadi patoan dasarnya.













DAFTAR PUSTAKA
Sri Rahayu,Ani.2013.Pendidikan Pancasila dan Kwargangaraan : Bumi Aksara, ( 20 oktober 2016 )
Kosdiyo,R.Poerwanto. 2007,Pendiikan Pancasila :Graha Ilmu,( 20 Oktobr 2016 )






Minggu, 28 Januari 2018

Makalah Psikologi- Analisis Kasus Menggunakan Teori kepribadian




MAKALAH PSIKOLOGI
 ANALISIS KASUS DENGAN TEORI KEPRIBADIAN

Disusun Oleh:
Nama : Nur Hermiyati
NIM : 1602055072
Prodi : Ilmu Kmunikasi


UNIVERSITAS MULAWARMAN, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK, PROGRAM STUDY ILMU KOMUIKASI



DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN………………………………..……………………………..…………………………………….3
Latar Belakang……..………………………………………………………………………………………………….3
BAB II
TEORI KEPRIBADIAN…………………………..………………………………………..…………………….…………4
BAB III
STUDY KASUS ………….................................................................................................................................................13
BAB IV ANALISA KASUS…………………………………………………………………………………………………...14
BAB  V SARAN……………………………………………………………………………………………………………………………..15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………15













BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial.
Faktor utama masalahnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal dan lemahnya benteng keimanan kita mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa penyeleksian yang ketat.
Kasus-kasus mengenai sex bebas sudah sangat tidak asing kita temukan. Akibat kurangnya pemahaman mengenai hal batasan-batasan hubungan antara pria dan wanita menyebabkan kasus seperti yag akan saya bahas ini terjadi. Faktor lingkungan terhadap pola prilaku masyarakat juga sangat berpengaruh sebagai salah satu alasan orang tertentu besikap.



















BAB II
TEORI KEPRIBADIAN

1.     Pengertian psikologi kepribadian
Kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam theater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu. Jadi konsep awal pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial- kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.[1]
Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain :
1. Personality (kepribadian); penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)
2. Character (karakter); penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara ekspilit maupun implisit.
3. Disposition (watak); karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
4. Temperament (temperament); kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologic atau fisiologik, disposisi hereditas.
5. Traits (sifat); respons yang senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
6. Type-Attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.
7. Habit (kebiasaan): respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.





 Berikut adalah beberapa contoh definisi kepribadian:
1. Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan (Hilgard & Marquis)
2. Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman (Stern)
3. Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allport)
4. Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford)
5. Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin)
6. Kepribadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku psikologik (berpikir, merasa, dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang dan tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologic saat itu (Mandy atau Burt)
7. Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray)
8. Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares)

2.         Beberapa teori dalam psikologi kepribadian
1) Psikoanalisis Klasik (SIGMUD FREUD 1856-1939)
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (Conscious), pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious). Alam sadar adalah apa yang anda sadari pada saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasy, perasaan yang anda miliki. Terkait erat dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan Freud dengan alam pra sadar, yaitu apa yang kita sebut dengan saat ini dengan ‘kenangan yang sudah tersedia’ (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam sadar, kenangan-kenangan yang walakupun tidak anda ingat waktu berpikir, tapi dapat mudah dengan mudah dipanggil lagi. Adapun bagian terbesar adalah alam bawah sadar (Unconscious mind).
 Bagian ini mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting kita serta segala sesuatu yang masuk ke situ karena kita tidak mampu menjangkaunya, seperti kenangan atau emosi-emosi yang terkaitdengan trauma.[3]
Id (Is [Latin], atau es [Jerman])
Id adalah kepribadian yang dibawa sejak lahir. Dari Id ini akan muncul ego dan super-ego. Saat dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drive. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu : berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan.pleasure principle diproses dengan du acara, tindak refleks (refllex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejabkan mata-dipakai untuk menangani kepuasan rangsang sederhana dan biasanya dapat segera dilakukan.
 Proses primer adalah reaksi membayangkan/ mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau punting ibunya.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah, tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberikan kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan ini lah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.




The Ego (Das Ich [Jerman]),
 ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realitas; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan obyek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan perkembangan-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri untuk akan memperoleh enerji dari Id.

The Superego (Das Ueber Ich[Jerman]),
Adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai enerji sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang dijangkaunya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).
            Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua menangani standart sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego idea, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses pengembangan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah menjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Paling tidak ada 3 fungsi dari superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistic, (2) memerintah impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standart nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.[4]
2). Theori Pengaruh Genetik Terhadap Kepribadian
Pada masa konsepsi, seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom dari ibu, dan 23 kromosom dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara tidak secara langsung adalah (1) kualitas sistem syaraf, (2) keseimbangan biokoimia tubuh, dan (3) struktur tubuh.
Lebih lanjut dapat dikemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen (2) membatasi perkembangan kepribadian dan mempengaruhi keunikan kepribadian.
Dalam kaitan ini Cattel dkk., mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan, dan kemenarikannya), dan kapasitas intelegtual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Contohnya: seorang anak laki-laki yang tubuhnya kurus, mungkin akan mengembangkan “self concept”  yang tidak nyaman, jika dia berkembang dalam kehidupan sosial yang sangat menghargai nilai-nilai keberhasilan atletik, dan merendahkan keberhasilan dalam bidang lain yang diperolehnya. Sama halnya dengan wanita yang wajahnya kurang, dia akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya.
Ilustrasi diatas menunjukkan, bahwa hereditas sangat mempengaruhi “konsep diri” individu sebagai dasar sebagai individualitasnya, sehingga tidak ada orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun kembar identik.
Menurut C.S. Hall, dimensi-dimensi temperamen : emosionalitas, aktivitas, agresivitas, dan reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen) demikian halnya dengan intelegensi.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin (1970) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.
a.       Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga
Galton (1870) telah mencoba meneliti kegeniusan yang dikaitkan dengan sejarah keluarga. Temuan penelitiannya manunjukkan bahwa kegeniusan itu berkaitan erat dengan keluarga. Temuan ini bukti yang mendukung teori hereditas tentang kegeniusan individu.
b.      Metode Selektivitas Keturunan
Tryon (1940) menggunakan pendekatan ini dengan memilih tikus-tikus yang pintar, cerdas “bright”, dengan yang bodoh “dull”. Ketika tikus-tikus dari kedua kelompok tersebut dikawinkan, ternyata keturunannya mempunyai tingkat kecerdasan yang berdistribusi normal.
Newman, Freeman, dan Halzinger (1937) telah meneliti kontribusi hereditas yang sama terhadap tinggi dan berat badan, kecerdasan dan kepribadian. Mereka menempatkan 19 c.       Penelitian terhadap Anak Kembar
pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang terpisah, 50 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang sama, dan 50 pasangan kembar “fraternal” dalam pemeliharaan yang sama juga.
Hasilnya menunjukkan bahwa kembar identik yang dipelihara terpisah memiliki kesamaan satu sama lainnya dalam tinggi dan berat badan, serta kecerdasannya. Demikian juga kembar identik yang dipelihara bersama-sama, ternyata lebih mempunyai kesamaan dari pada kembar “faternal”




d.      Keragaman Konstitusi (Postur) Tubuh
Hippocrates menyakini bahwa temperamen manusia dapat dijelaskan bardasarkan cairan-cairan tubuhnya. Kretsvhmer telah mengklasifikasikan postur tubuh individu pada tiga tipe utama, dan satu tipe campuran. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penelitiannya terhadap 260 orang yang dirawatnya. Berikut ini adalah tipe pengklasifian tubuh menurut Kretschmer.
1)      Tipe Piknis (Stenis): pendek, gemuk, perut besar, dada dan bahunya bulat.
2)      Tipe Asthenis (Leptoshom): tinggi dan ramping, perut kecil, dan bahu sempit.
3)      Tipe Atletis: postur tubuhnya harmonis (tegap, bahu lebar, perut kuat, otot kuat).
4)      Tipe Displastis: tipe penyimpangan dari tiga bentuk di atas.
Tipe-tipe ini berkaitan dengan: (1) gangguan mental, seperti tipe piknis berhubungan dengan manik depresif, dan asthenis. (2) karaktritis individu yang normal, seperti tipe piknis mempunyai sifat-sifat bersahabat dan tenang, sedangkan asthenis bersifat serius, tenang dan senang menyendiri

2). Theori Pengaruh Lingkungn Terhadap Kepribadian
A.                 Pengaruh Orang tua
Ayah dan ibu merupakan teladan pertama bagi pembentukan kepribadian anak dalam lingkungan keluarga. Keyakinan dan perilaku dari kedua orangtua dengan sendirinya juga merupakan pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan, dan presepsi budaya dalam masyarakat. Peran keluarga dalam memujudkan kepribadian anak antara lain :
1. Kedua orangtua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta serta kasih sayang dari orangtuanya, maka pada saat mereka berada diluar lngkungan rumah dan menghadapi masalah yang baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikan dengan baik. Sebaliknya, jika kedua orangtua terlalu ikut campur dalam urusan anak-anaknya, maka perilaku mereka sendiri yang akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan keribadian anaknya.

2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anaknya. Karena hal ini menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal dari anak-anaknya yang pada akhirnya keinginan dan kemauan dari mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih dalam setiap keadaan.
3. Saling menghormati dan menghargai antara kedua orang tua dan anak juga diperlukan. Hormat disini bukanlah sikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri dari anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik serta pembicaraan negatif berkaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban. Kedua orangtua juga harus bersikap tegas agar dapat menghormati sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan, menghargai, dan memberikan kepercayaan terhadap anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap.
5. Mengadakan perkumpulan dan musyawarah antara orang tua dan anak. Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orangtua yaitu memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertubuhan dari anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orangtua juga harus mengenalkan kepada anak-anaknya mengenai masalah keyakinan, akhlak, dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia.
6. Sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak, sehingga anak dapat menemukan pribadi atau jati dirinya melalui ilmu-ilmu yang telah diberikan oleh kedua orang tuanya melalui persahabatan akrab antar keduanya.

B.                 Pengaruh Teman sebaya
Menurut John W Santrock kelompok sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya.
Percepatan perkembangan pada masa remaja berhubungan dengan pematangan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya seorang anak sudah mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman sebayanya. Seiring dengan hal itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah bahwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan dengan perasaan identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa remaja ini, anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai macam kegiatan.Selama tahun pertama masa remaja, seorang anak remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, tetangga atau teman-temannya seringkali menjadi anggota kelompoknya. Biasanya kelompoknya lebih hiterogen daripada berkelompok dengan teman sebayanya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesif yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini, dia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada pola pribadinya. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnyua sulit untuk membentuk keyakinan diri.

3). Pengaruh Budaya Terhadap Kepribadian
Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.
Tentu saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka. Realitas yang multi budaya ini dapat kita jumpai di negara-negara dengan komposisi penduduk yang terdiri dari berbagai etnis, seperti Indonesia, Uni Soviet (sekarang, Rusia), Yugoslavia (sekarang terpecah menjadi beberapa Negara) dan lain-lainnya. Kondisi Negara dengan komposisi multi budaya rentan terhadap konflik dan kesenjangan social. Memang banyak factor yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik tersebut, akan tetapi sebagai salah satu unsur dasar dalam kehidupan social, budaya mempunyai peranan besar dalam memicu konflik.

BAB III
STUDY KASUS
“SEORANG MANTAN KAKAK IPAR MENCABULI ADIK
IPARNYA YANG MASIH DI BAWA UMUR”

Kasus ini terjadi pada jum’at 30 Maret 2017 di Balikpapan. Seorang kakak ipar bersetubuh dengan mantan adik iparnya yang masih berusia 16 tahun dan tengah duduk di bangku sekolah menengah petama kelas IX. Pada awalnya, adik iparnya tersebut kabur dari rumah dan tidak ada yang tau kemana. Sang kakak menuduh mantan suaminya tersebut yang telah menyembunyikan adiknya, tapi di bantah oleh pria atas nama hamka tersebut. Tak lama kemudian mantan adik iparnya dengan inisia SV itu menelfon Hamka dan memintanya untuk menjemputnya. SV mengaku takut kepada kakanya karna seringali dipukuli dan di siksa oleh kakaknya tersebut. Usai menjemput Hamla mengaku ingin mengantarkan SV pulang kerumah tapi SV menolak dan meminta untuk tidur di hotel saja.
Rupanya Hamka dan SV telah saling menyukai sejak mereka masih tinggal serumah dan masih berstatus sebagai saudara ipar. Bahkan, Hamka dan istrinya bercerai juga karna alasan tersebut. Pada peristiwa tersebut SV merelakan diri untuk disetubuhi Tapi Hamka terken sanksi hukuman hingga 5 tahun penjara karna status SV masih di bawa umur.













BAB IV
ANALISA KASUS MENGGUNAKAN TEORI KEPRIBADIAN
Analisa mengenai kasus ini berhubungan dengan Faktor-faktor yang menjadi penyebab hal tersbut terjadi dia antaranya mengenai teori faktor lingkungan terhadap kepribadian antara lain :
A.     Pengaruh Orang tua terhadap kepribadian
Ayah dan ibu serta keluarga merupakan teladan pertama bagi pembentukan kepribadian anak dalam lingkungan keluarga. Keyakinan dan perilaku dari kedua orangtua dengan sendirinya juga merupakan pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak.
Berikut hal yang menjadi penyebab bagaimana seorang anak bersikap :
1.             Kedua orangtua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta serta kasih sayang dari orangtuanya, maka pada saat mereka berada diluar lngkungan rumah dan menghadapi masalah yang baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikan dengan baik. Namaun ebaliknya apabila dia terus memperoleh pelajaran miral yang tidak baik di lingkungan keluarganya, maka hal ini pula yang akan menyebabkan seorang bersikap buruk.
Bahkan mengenai prilaku hyperseksual juga bisa disebabkan oleh kurangnya pendidikan yang diberikan orang tua terhadap anaknya mengenai hal tersebut.
2.             Saling menghormati dan menghargai antara kedua orang tua dan anak juga diperlukan. Hormat disini bukanlah sikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri dari anak-anak.

B.      Pengaruh  Teman sebaya terhadap kepribadian
Sebelum memasuki masa remaja biasanya seorang anak sudah mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman sebayanya. Seiring dengan hal itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah bahwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan dengan perasaan identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya.
Sedangkan pada masa remaja ini, anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai macam kegiatan.Selama tahun pertama masa remaja, seorang anak remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, tetangga atau teman-temannya seringkali menjadi anggota kelompoknya.
Biasanya kelompoknya lebih hiterogen daripada berkelompok dengan teman sebayanya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif
                        Teman sebaya yang baik akan membawa temannya kea rah yang Positif sedangkan Teman yang tidak baik akan menjerumuskan kea rah ya g tidak baik pula.
























BAB V
SARAN
Orang tua dan teman sebaya metupakan dua faktor yang sangat mempengaruhi prilaku serta kepribadian seorang anak, maka pembelajaran mengenai cara mendidik anak dan memilih lingkungan yang baik harus di pelajari dan diterapkan. Agar nantinya pribadi yang baiklah yang akan muncul dari diri seorang anak.

DAFTAR PUSTAKA
W. Sarwono, Sarlito, Pengantar psikologi Umum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010
Wade, Carol dan Carol Travis. 2007 . PSIKOLOGI . Jakarta : Penerbit Erlangga